HALBAR, Majangmalut.com – Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2023 mendapatkan Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, masuk dalam zona merah rawan korupsi.
Hal ini disampaikan Direktorat Monitoring KPK, Timotius Hendrik P., saat diwawancarai awak Media usai pertemuan bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di kantor Bupati Halmahera Barat, Kamis (10/8/2023).
“Untuk Halmahera Barat masih berada di wilayah merah. Bukan merah peka harapanya. Kita masih bergeser ke kuning, dan nanti pelan-pelan akan ke hijau,”kata Timotius.
“Ada beberapa yang perlu kita ditindaklanjuti di Halbar seperti, resiko pengadaan barang dan jasa, termasuk resiko-resiko intervensi dari luar, termasuk pelaksanaan tugas itu juga masih ada yang perlu kita tindaklanjuti,”sambung Tematius.
Timotius juga menyampaikan, perlu kerja sama baik dari pihak Inspektorat, OPD serta Pimpinan Daerah termasuk KPK agar bisa memitigasi resiko-resiko sehingga tidak terjadi tindakan pidana korupsi.
“Kami juga mengajak, pada dasarnya seluruh masyarakat dan seluruh pegawai kalau dapat WhatsApp dari KPK SPI 2023 langsung saja diisi. Selama namanya SPI 2023 itu resmi dari KPK. Lalu didatangi petugas kami ketika sedang mengurus layanan isi saja sesuai dengan yang dialami, dirasakan penilaian masyarakat terhdap layanan proses-proses publik kita,”ujarnya.
Ia katakan Halbar ada peningkatan dan perbaikan. Itu didasarkan pada keterangan yang diperoleh dari pegawai-pegawai di daerah tersebut. Ada beberapa resiko yang menurun meskipun akan menjadi fokus perbaikan.
“Disatu sisi, rasanya tidak bisa semua dilakukan perbaikan dalam satu tahun. Tentu, bertahap. Justru kita akan curiga tiba-tiba semua jadi hijau. Kemungkinan ada pengarahan atau pengkondisian dari surveinya, kita juga curiga kalau itu terjadi,”ucapnya.
Menurutnya, upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Tetapi harus dikerjaka satu per satu,”katanya.
Tematius menjelaskan, yang diukur dari survei ini adalah tanggapan masyarakat tentang pungli, SOP layanan, prosedur layanan hingga transparansi. Selain itu mengenai perjalanan dinas yang fiktif hingga fasilitas kantor yang masih digunakan untuk keperluan pribadi.
“Apakah ketika masih mengurus layanan misalnya, untuk dipercepat harus tambah Rp100 ribu. Masyarakat masih mengalami itu atau tidak, yang kita lihat bukan hanya masyarakat, pegawai masih melakukan itu atau tidak. Masih terjadi tidak ketika naik jabatan, promosi, mutasi pegawai masih jual beli jabatan,”jelasnya.
“Jadi kepada masyarakat silahkan disampaikan kalau memang ada pungli,”tambah Tematius menutup.(kep)
Reporter : Wangkep Dano
Editor : Redaksi MM