KORUPSI DALAM PRESPEKTIF BUDAYA

Opini451 views

“Korupsi sudah menjadi budaya bangsa Indonesia”.Manusia itu berbudaya, maka apa yang dilakukan manusia akan melahirkan budaya dan menjadi satu peradaban dari generasi ke generasi (Mukhtar Lubis).

Dari potongan kata di atas sudah jelas terlihat bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Dalam prespektif budaya sendiri korupsi menunjukan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma baik itu kejujuran, sosial, agama atau hukum. Korupsi sendiri digolongkan tindak pidana yang dilakukan secara sengaja dan terencana (serious crime) karena mampu mengganggu hak ekonomi dan hak sosial masyarakat dan Negara dalam skala besar. Ketika korupsi sudah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai hal yang lumrah dan bukan sesuatu yang berbahaya. Hal ini akan membuat korupsi mengakar ditengah masyarakat sehingga menjadi budaya yang buruk.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku atau tindakan manusia dewasa ini akan menjadi cerminan budaya yang buruk bagi generasi selanjutnya dalam berbagai aspek kehidupan. Namun dewasa ini korupsi diakui sudah menjadi budaya masyarakat. Korupsi bisa terjadi pada kelompok masyarakat manapun, baik feudal maupun modern, otoriter maupun demokratis. Pemberantasan korupsi telah menjadi satu hal yang dilematis karena mengingat setiap orang menentang korupsi, masih ada perdebatan tentang batas-batas korupsi itu sendiri. Mukhtar Lubis sendiri selaku pemimpin redaksi Harian Indonesia Raya sempat mendekam di penjara selama hamper Sembilan tahun, karena selama dua periode, Orde Lama dan Orde Baru gencar memberitakan kasus-kasus korupsi (Dhanu Pinandito,2009).

Dalam pernyataan diatas Pers yang dipimpin oleh Mukhtar Lubis termasuk dalam pers yang independen, yang masih menyuarakan suara rakyat contoh dalam hal-hal pengkorupsian ketika tiga lembaga lain-eksekutif, yudikatif, dan legislative- tidak bisa konsisten dalam pemberantasan korupsi. Juga presentasi dari perkembangan korupsi mulai dari sebelum dan sesudah kemerdekaan yang berlanjut hingga era reformasi. Pemerintahan dan setiap urusan yang dijalankan di dalamnya merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan suatu Negara. Segala urusan tersebut tentunya tidak berjalan otomatis tetapi dikerjakan oleh sumber daya manusia, yang lebih dikenal dengan aparatur pemerintah. Hal ini membuat setiap aparatur memiliki peran krusial bagi negaranya. Aparatur pemerintahan diberi tanggung jawab oleh Negara dan rakyat untuk mengatur urusan pemerintahan yang telah menjadi tugas dan fungsinya masing-masing. Dan juga sudah menjadi satu keharusan bagi aparatur pemerintahan untuk bisa menjalankan semua kepercayaan yang telah diberikan dengan baik dan penuh integritas. Menjadi suatu masalah yang fatal apabila para aparatur pemerintahan atau birokrat menunjukan perilaku yang menyimpang dari ketentuan tugas dan kewenang yang telah diatur dalam perundang-undangan karena akan menghambat penyelenggaraan pemerintahan (Fathy,2018).

Korupsi sendiri berkembang secara sistematis. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, melainkan sekadar suatu budaya dan kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antar Negara, Indonesia selalu menempati posisi paling tinggi. Keadaan ini bisa menyebabkan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin ditingkatkan oleh pihak masyarakat sendiri dan juga oleh penegak hukum yang membidangi, karena tidak semua masyarakat Indonesia mempedulikan tentang korupsi dikarenakan sebagian masyarakat pun dalam kemiskinan dan keterpurukan.

Banyak hal sudah dilakukan untuk memberantas korupsi namun nihil adanya. Sebab orang-orang yang terlibat dalam pemberantasan korupsi ikut serta melanggengkan hal tersebut, alih-alih menjadi penegak hukum untuk kemaslahatan rakyat malah menjadi penegak kemaslahatan bagi orang-orang yang melakukan korupsi.

Pernyataan diatas dapat ditarik benang merah dimana kepercayaan yang kemudian diberikan rakyat untuk aparatur pemerintahan dalam hal pelaksanaan tanggung jawab sesuai ketentuan-ketentuan yang sudah ada, namun hal tersebut sering kali tidak menjadi satu pijakan dalam menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Korupsi yang tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan,kekayaan dan kepuasaan, pada akhirnya korupsi menjadi budaya masyarakat Indonesia dalam segala aspek kehidupan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *